Konferensi Kesehatan Internasional Unjaya Hadirkan 127 Pemakalah dari 6 Negara, Bahas Inovasi Layanan Kesehatan Primer

    Konferensi Kesehatan Internasional Unjaya Hadirkan 127 Pemakalah dari 6 Negara, Bahas Inovasi Layanan Kesehatan Primer
    The 4th Unjaya International Conference on Health Science (UNICHS 2025) di Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta yang dihadiri ratusan peserta dari dalam dan luar negeri

    YOGYAKARTA - Ratusan peneliti, pendidik, dan profesional kesehatan dari berbagai belahan dunia berkumpul di Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta (Unjaya). Mereka hadir untuk membahas strategi penguatan ketahanan kesehatan nasional melalui inovasi layanan kesehatan primer, sebuah isu krusial di era pascapandemi yang masih menyisakan tantangan kesenjangan akses pelayanan kesehatan.

    The 4th Unjaya International Conference on Health Science (UNICHS 2025) yang digelar selama dua hari pada Rabu dan Kamis, 12-13 November 2025, menghadirkan perspektif global tentang masa depan sistem kesehatan Indonesia. 

    Program Studi Keperawatan, Fakultas Ilmu Kesehatan Unjaya sebagai penyelenggara mengusung tema besar "Nurturing National Health Security Through Primary Health Care Practice: Innovations, Policies, and Practices" atau "Meningkatkan Ketahanan Kesehatan Nasional Melalui Praktik Layanan Kesehatan Primer: Inovasi, Kebijakan, dan Praktik."

    Konferensi tahun ini mencatat partisipasi signifikan dengan kehadiran 127 pemakalah dari lebih dari 20 institusi akademik dan organisasi penelitian. Para peserta tidak hanya datang dari dalam negeri, tetapi juga dari enam negara, yakni Indonesia, Jepang, Malaysia, Taiwan, Thailand, Inggris, dan Uganda. Format hybrid yang diterapkan—baik secara luring maupun daring—memungkinkan kolaborasi lebih luas tanpa dibatasi jarak geografis.

    Ketua Panitia Konferensi, Ferianto, S.Kep., Ns., M.Kep., melaporkan bahwa keberagaman peserta menjadi kekuatan utama forum ilmiah ini. "Konferensi tahun 2025 ini diikuti oleh 127 pemakalah dari lebih dari 20 institusi akademik dan organisasi, termasuk Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dengan partisipasi internasional dari Jepang, Malaysia, Taiwan, Thailand, Inggris, dan Uganda, " tuturnya, saat pembukaan konferensi.

    Kehadiran para peneliti dan praktisi dari berbagai negara ini membuka ruang dialog lintas budaya tentang praktik terbaik layanan kesehatan primer. Diskusi tidak hanya berkutat pada teori, tetapi juga bagaimana inovasi dan kebijakan dapat diterapkan di lapangan untuk menjawab kebutuhan masyarakat yang terus berubah.

    Rektor Unjaya, Prof. Dr. rer. nat. apt. Triana Hertiani, S.Si., M.Si., dalam sambutannya menegaskan bahwa teknologi dan sistem kesehatan harus tetap menempatkan manusia sebagai prioritas utama. 

    Menurut dia, sistem kesehatan yang tangguh tidak hanya ditopang oleh infrastruktur dan teknologi canggih, tetapi juga oleh nilai-nilai kemanusiaan seperti empati, kolaborasi, dan keadilan.

    "Layanan Kesehatan Primer (Primary Health Care/PHC) adalah pilar utama sistem kesehatan yang tangguh. Namun kita harus ingat, manusia—bukan sistem—harus tetap menjadi pusat dari pelayanan kesehatan, " ujar Triana. 

    Dia menyoroti pentingnya pendekatan holistik yang mempertimbangkan tidak hanya aspek medis, tetapi juga sosial, ekonomi, dan psikologis pasien. Dalam konteks Indonesia yang memiliki keberagaman geografis dan budaya, pendekatan berbasis komunitas menjadi kunci keberhasilan layanan kesehatan primer.

    Rektor juga menyampaikan apresiasi kepada seluruh panitia dan peserta atas partisipasi aktif mereka. "Kontribusi Anda dalam forum ilmiah yang bermakna ini akan membawa dampak nyata bagi peningkatan kualitas kesehatan masyarakat, " ungkapnya.

    Baik Rektor maupun Ketua Panitia sepakat bahwa penguatan Layanan Kesehatan Primer menjadi sangat penting di era pascapandemi. Transformasi digital yang semakin masif, perubahan demografi dengan populasi lansia yang terus bertambah, serta kesenjangan akses kesehatan antara perkotaan dan perdesaan menjadi tantangan yang harus segera dijawab.

    Ferianto menjelaskan bahwa konferensi ini dirancang sebagai wadah global untuk bertukar pengetahuan, mendorong inovasi, dan mengembangkan kebijakan berbasis bukti. "Tujuan kami adalah memperkuat ketahanan kesehatan masyarakat serta mewujudkan kesejahteraan nasional yang berkelanjutan, " tambahnya.

    Diskusi dalam konferensi mencakup berbagai topik, mulai dari penerapan teknologi kesehatan digital, strategi pemerataan akses layanan kesehatan, hingga pemberdayaan tenaga kesehatan di tingkat komunitas. Para pemakalah mempresentasikan hasil riset terkini yang diharapkan dapat menjadi referensi bagi pengambil kebijakan dan praktisi di lapangan.

    Keberhasilan penyelenggaraan UNICHS 2025 tidak lepas dari dukungan berbagai pihak. Ferianto menyampaikan terima kasih kepada Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yang telah memberikan dukungan kebijakan dan regulasi. Ucapan serupa juga ditujukan kepada Ketua Pengurus Yayasan Kartika Eka Paksi dan pimpinan Unjaya yang telah memfasilitasi penyelenggaraan konferensi ini.

    Kerja sama dengan mitra penyelenggara, yakni Politeknik Kesehatan Karya Husada Yogyakarta dan Boromarajonani College of Nursing, Khon Kaen, Thailand, turut memperkaya perspektif dan jaringan kolaborasi internasional. 

    Sementara itu, dukungan finansial dari para sponsor—PT Akebono Brake Astra Indonesia, CV Kirana Mas Homes, PT Yakult Indonesia, dan Unjaya Press—memastikan konferensi dapat berjalan dengan lancar dan profesional.

    Kehadiran Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sebagai salah satu institusi peserta juga menunjukkan komitmen pemerintah dalam mendorong riset kesehatan yang berkualitas dan berdampak bagi masyarakat.

    Menjelang penutupan sambutannya, Rektor Triana Hertiani menyampaikan pesan yang mencerminkan semangat Unjaya dan tujuan konferensi ini. "Bersama, kita tingkatkan kesehatan; bersama, kita bangun harapan, " ucapnya, dengan penuh optimisme.

    Pesan tersebut bukan sekadar slogan, tetapi panggilan untuk aksi nyata. Di tengah kompleksitas tantangan kesehatan global, kolaborasi antara akademisi, peneliti, praktisi, dan pembuat kebijakan menjadi kunci untuk menciptakan sistem kesehatan yang lebih baik, lebih adil, dan lebih tangguh.

    Konferensi ini menjadi bukti bahwa upaya meningkatkan ketahanan kesehatan nasional membutuhkan sinergi dari berbagai pihak. Dengan berbagi pengetahuan, pengalaman, dan inovasi, harapan untuk mencapai kesejahteraan kesehatan yang merata bagi seluruh masyarakat bukanlah sesuatu yang mustahil. (Alo)

    unjaya unichs diy yogyakarta
    Devin Deanova

    Devin Deanova

    Artikel Sebelumnya

    UM Yogyakarta Jadi Tolok Ukur Sukses Pengembangan...

    Artikel Berikutnya

    Korupsi Rp 2,56 M di BUKP Tegalrejo, Kejati...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    James Prananto: Sang Maestro Kopi Kenangan yang Menginspirasi
    Cindy Monica: Pengusaha Muda, Politisi NasDem, dan Anggota DPR RI Termuda
    KPK Panggil Rudy Tanoe Jadi Saksi Kasus Bansos Beras Kemensos
    Mohammad Rano Alfath: Dari Advokat Menuju Senayan, Mengabdi untuk Banten
    ASN Jadi Garda Terdepan Pencegahan Kanker Serviks Lewat Vaksinasi Massal

    Ikuti Kami